Assalamu"alaikum, wr.wb

Selamat Datang di Blognya Rahmy
Semoga Blog Ini dapat Membantu Teman-teman semua

Jumat, 07 Desember 2012

Mangifera indica

BAB I

PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

Mangga merupakan jenis buah tropis yang digemari oleh masyarakat di dunia dan menjadi komoditas perdagangan antar negara. Komoditas hortikultura, khususnya buah-buahan salah satunya buah mangga mempunyai prospek baik bila dikembangkan secara intensif dan dalam skala agribisnis. Dari tahun ke tahun permintaan buah tropis didalam dan luar negeri semakin meningkat, baik dalam bentuk segar maupun olahan.
Keadaan produksi ataupun produktifitas, dan kualitas mangga Indonesia masih rendah, padahal kita mempunyai koleksi plasma nutfah terbesar No. 2 didunia setelah India. Kebun koleksi tersebut terletak di kebun percobaan daerah Cukorgondang Pasuruan. Penyebabnya antara lain adalah bentuk kultur budidaya yang bersifat tanaman pekarangan varietas atau kultivar aneka ragam, bibit kurang bermutu, dan pemeliharaan kurang intensif.(Rukmana,1997).

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana klasifikasi dari Mangifera indica?

2. Apa yang dimaksud dengan mangga varitas unggul ?

3. Apa syarat tumbuh bagi tanaman mangga ?

4. Bagaimana sifat morfologi dan fisiologi dari Mangifera indica?

5. Bagaimana cara perbanyakan dari Mangifera indica?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui klasifikasi dari Mangifera indica.

2. Untuk mengetahui mangga varietas unggul.

3. Mengetahui beberapa syarat tumbuh dari tanaman mangga.

4. Untuk mengetahui sifat morfologi dan fisiologi dari Mangifera indica.

5. Untuk mengetahui cara perbanyakan Mangifera indica.

D. METODE PENULISAN

Pada pembuatan makalah ini metode yang digunakan dalam mengumpulkan data yaitu dari buku-buku mengenai pembelajaran multimedia/teknologi komputer dan data dari internet. Sehingga apabila dalam penulisan makalah ini ada kata-kata atau kalimat yang hampir sama dari sumber atau penulis lain harap dimaklumi dan merupakan unsur ketidaksengajaan.

BAB II

clip_image003FAMILI ANACARDICEAE

clip_image005

A. SEJARAH SINGKAT

Mangga merupakan tanaman buah tahunan berupa pohon yang berasal dari negara India. Tanaman ini kemudian menyebar ke wilayah Asia Tenggara termasuk Malaysia dan Indonesia Buah mangga yang bisa dijual-belikan di pasaran pada umumnya adalah buah mangga Arummanis, Manalagi, Gadung, dan lainnya.

B. TAKSONOMI

Ditinjau dari sistematika, tanaman mangga dapat digolongkan sebagai berikut:
Devisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji).

Kingdom Plantae – Plants
Subkingdom Tracheobionta – Vascular plants
Superdivision Spermatophyta – Seed plants
Division Magnoliophyta – Flowering plants
Class Magnoliopsida – Dicotyledons
Subclass Rosidae –
Order Sapindales –
Family Anacardiaceae – Sumac family
Genus Mangifera L. – mango
Species Mangifera indica L. – mango

Mangga (Mangifera indica L.) termasuk famili Anacardiacea, terdiri dari 64 generasi. Di samping mangga, beberapa tanaman lain yang segenerasi dengan mangga adalah Anacardium occidentale (jambu mete), Spodias mangifera (hot plum, amra), Bouea macrophylla Griff. (gandaria) dan Pisticia vere L.(pistachio).(Tjitrosoepomo,2003).
Genus Mangifera L. terdiri dari 62 spesies yang berupa pepohonan daun selang-seling, berpetiole lengkap dan coriaceous (Singh, 1969). Mukherjee (1985) menyajikan hanya 41 spesies Mangifera L. yang terdapat di Asia Tenggara, sedangkan spesies selebihnya-sekurangnya mungkin sinonim.

Di samping Mangifera indica L. 15 spesies lainya dari genus Mangifera L. dapat dimakan dan beberapa diantaranya enak dimakan, tetapi kualitas buahnya tidak sebaik buah mangga (Mangifera indica L.). Meskipun begitu tetap bermanfaat sebagai batang bawah.

1. Jenis dan Varietas Mangga Unggul

Diseluruh dunia banyak jenis mangga, karena penyebaran tanaman hampir mencakup seluruh benua. Dikawasan ASEAN saja terdapat lebih dari 500 varietas asli maupun introduksi. Meskipun demikian untuk tujuan komersial, berbagai Negara hanya memilih jenis atau varietas tertentu untuk dikembangkan secara intensif. (Kusumo dan Tjiptosuhardjo, 1970).

Di Indonesia dikenal beberapa varietas mangga seperti Arumanis, Golek, Manalagi, Madu, Cengir, Gendong, Dodol, dan lain lain. Berdasarkan dengan surat keputusan Menteri Pertanian, telah ditetapkan (dilepas) 3 varietas unggul yaitu: Golek 31, Manalagi 69, dan Arumanis 143. produksi rata-rata ketiga varietas unggul tersebut adalah 52,3 Kg/pohon, 36,5 kg/pohon, 54,7 kg/pohon.(Rismunandar,1990).

2. Pengertian Varietas Unggul

Varietas atau kultivar unggul adalah sekumpulan individu tanaman yang dibedakan oleh setiap sifat (morfologi, fisiologi, sitologi, kimia) yang nyata untuk maksud usaha pertanian dan bila diproduksi kembali akan menunjukkan sifat unggul yang dapat dibedakan dari yang lain, Varietas unggul meliputi :

a. Sifat Genetik

Sifat genetik merupakan penampilan varietas murni atau tertentu yang menunjukkan identitas genetik dari tanaman induknya mulai benih penjenis, benih dasar, benih pokok dan benih sebar.

b. Sifat Fisiologik

Sifat ini menampilkan kemampuan daya hidup varietas serta bebas dari hama dan penyakit.

c. Sifat Fisik

Sifat fisik merupakan penampilan varietas secara prima bila dilihat secara fisik seperti ukuran varietas.Keunggulan sifat kadang-kadang dinyatakan pada salah satu komponen hasil atau hasil akhir, kadang-kadang juga pada mutu atau kandungan zat gizi maupun hanya pada kegenjahan atau ketahanannya pada suatu hama penyakit atau kekeringan. Secara total keistimewaan suatu varietas unggul tentu pada daya produksinya disuatu daerah tertentu (Rukmana, 1999).

3. Syarat Tumbuh Tanaman Mangga

a. Keadaan Iklim

Tanaman Mangga dapat tumbuh dan berproduksi di daerah tropik maupun sub-tropik. Di daerah tropik Indonesia mangga tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl namun paling optimal pada ketinggian 300 m dpl dan iklimnya kering. Unsur penting bagi tanaman mangga adalah curah hujan, suhu (temperatur), dan angin. Tanaman mangga membutuhkan pergantian musim kemarau dan hujan yang nyata. Yakni sedikitnya 4-6 bulan kering, dan curah hujan 1000 mm/tahun atau kurang dari 60 mmm/bulan atau selama jangka waktu musim kering mempengaruhi f ase repoduktif. Pembungaan mangga membutuhkan bulan kering selama 3-5 bulan karena keluarnya bunga mangga terjadi 1,5 – 2 bulan sesudah awal musim kering. Sedangkan pembuahan membutuhkan minimal 1 bulan kering setelah pembungaan.(Rukmana, 1997).

Suhu udara yang ideal adalah antara 270-340 C dan tidak ada angin kencang atau angin panas. Disamping itu, untuk mendapatkan produksi yang optimal, tanaman mangga membutuhkan penyinaran antara 50%-80%.
Di daerah yang tipe iklimnya basah, mangga sedikit sekali berbuah dan rasanya cenderung masam, serta tanaman mudah terserang penyakit mati pucuk oleh cendawan Gloeosporium mangifera.Curah hujan yang tinggi atau angin kencang pada pembungaan atau pembuahan dapat menyebabkan gugurnya bunga atau buah.
Mangga pada umumnya cocok ditanam di daerah yang beriklim kering, namun beberapa jenis atau varietas dapat beradaptasi di daerah yang beriklim basah. Mangga Kemang, Gedong, Cengkir banyak ditanam di daerah Cirebon dan Idramayu yang iklimnya basah.

Mangga varietas unggul seperti Arumanis 143, Manalagi 69, dan Golek 31 tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah yang beriklim kering. Daerah-daerah yang mempunyai kondisi iklim kering terdapat di wilayah Indonesia bagian timur, seperti Sulawesi Tenggara, Lombok, Sumbawa, Kupang, dan lain lain. (Kusumo dan Tjiptosuhardjo. 1970).

b.Temperatur
Menurut Rukmana (1997), Temperatur untuk pertumbuhan optimum tanaman mangga lebih kurang 24-270C. Pada suhu tersebut pertumbuhan vegetatif dan hasilnya juga sangat baik. Baik temperatur yang rendah, bagi tanaman mangga muda (umur 5 tahun) akan banyak menderita kerusakan. Namun ada beberapa jenis tanaman mangga yang masih tahan terhadap suhu rendah, tetapi tidak berproduksi dengan baik. Menurut pengamatan temperatur tanaman mangga masih dapat hidup adalah lebih kurang 4-100 C, tetapi temperatur yang baik untuk pertumbuhan dan produksi.

Pada musim kemarau, jika temperatur mencapai lebih dari 450 C dan disertai angin kencang, dapat mengakibatkan luka bakar matahari pada buah. Untuk mengatasi hal ini, di tepi perkebunan mangga yang sering ditiup angin kencang harus diberi tanaman yang lebih tinggi dari pada pohon mangga, supaya dapat mematahkan kecepatan angin, misalnya ditanami sengon laut.
Pada temperatur kira-kira 450 C dengan kelembaban 15 persen ditempat yang terlidung, daun-daun dan buah yang masih kecil akan terpengaruh sebagian buah yang masih kecil akan rontok, sedangkan yang masih berkembang akan menjadi buah yang tidak berbiji. Pada temperatur maksimum lebih dari 440 C, tanaman mangga masih dapat hidup, tetapi hasilnya tidak begitu baik.

c. Curah Hujan

Keadaan volume curah hujan akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman mangga dan proses produksi dan pembentukan bunga dan buah. Kalau pada musim bunga dan masa berbuah mulai masak tidak ada hujan, tanaman akan tumbuh dengan baik dan proses produksi akan berlangsung dengan baik pula. Sebaliknya, apabila waktu musim bunga, banyak turun hujan, berawan dan banyak kabut, proses pembentukan bunga akan terganggu. Disamping itu, keadaan tersebut akan merangsang timbulnya hama penyakit yang penyebarannya cepat sekali.
Jadi pada prinsipnya curah hujan hanya diperlukan pada tidak musim bunga, yaitu pada masa pertumbuhan vegetatif untuk memacu pertumbuhan cabang, ranting, serta tunas-tunas baru. Jumlah curah hujan tidak begitu penting pada waktu musim bunga, tetapi kalau ternyata masih juga turun hujan sedikit justru baik untuk pertumbuhan bunga, sebab akam menciptakan suasana udara sejuk, tetapi tidak lembab. (Marhijanto dan Wibowo. 1994).

Prosentase pembagian curah hujan setiap tahun sangat penting pengaruhnya terhadap proses pembungaan. Sebab masa primordial bunga akan terjadi setelah musim hujan, sekurang-kurangnya setiap tahun kira-kira 10.000 mm, dan musim kering lebih kurang 4-6 bulan dengan curah hujan rata-rata 60 mm/bulan. Jika dalam jangka waktu yang lama tidak ada hujan, maka areal pertanaman dapat dibantu dengan pengairan. Sebab kalau kondisi kadar air tanah terlalu kering, bunga mangga dapat menjadi layu dan akhirnya kering.

Beberapa pengaruh curah hujan yang kurang menguntungkan pada musim bunga adalah:
a). Air hujan akan mencuci butir-butir tepung sari, dan akhirnya tepung sari tersebut jatuh bersama air hujan.
b). Hujan yang terlalu lebat biasa menyebabkan luka pada permukaan tubuh bunga, dan bahkan dapat merontokkan bunga.
c). Volume curah hujan yang tinggi mengakibatkan udara menjadi lembab, sehingga menimbulkan serangan cendawan atau wereng mangga yang lebih hebat, akhirnya banyak bunga maupun buah yang rontok, dan panen pun gagal.
d). Selama hari-hari hujan, serangga penyerbuk tinggal diam, praktis mereka tidak melakukan penyerbukan karena tidak dapat terbang.
e). Banyak embun dan kabut dapat menggagalkan pemanenan, karena peristiwa ini juga mengakibatkan banyak bunga dan buah yang rontok seperti pada waktu musim hujan.

d Ketinggian Tempat

Tanaman mangga dapat tumbuh sampai ketinggian tempat lebih kurang 1.300 m dpl. Akan tetapi didaerah yang tinggi. Produksinya tidak begitu banyak, dan kualitasnya pun tidak baik. Jika kita ingin mengusahakan tanaman mangga yang produksinya optimal, sebaiknya ditanam pada suatu areal yang memiliki ketinggian maksimal 500 m dpl. (Rukmana.1997).

Masa berbunga tanaman mangga juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat dari permukaan laut. Karena negara Indonesia didaerah tropis pada posisi 110 LU atau 60 LS. Maka setiap kenaikan kira-kira 130 m, ditempat pohon mangga itu ditanam, masa pembungaan tanaman tersebut akan tertunda selam 4 hari.

e. Keadaan Tanah

Tanaman mangga mempunyai daya penyesuaian tinggi terhadap berbagai jenis tanah. Di pantai utara Kraton dan Bangil (Jawa Timur) yang tanahnya berbelah-belah, termasuk jenis tanah sangat berat (Grumosol), tanaman mangga dapat tumbuh baik. Untuk jenis tanah grumasol perlu dilakukan penutupan dengan mulsa jerami atau pemberian kompos dalam jumlah banyak untuk menahan penguapan.
Pertumbuhan dan produksi mangga yang optimal membutuhkan jenis berpasir, lempung, atau agak liat.

Keadaan tanah yang ideal untuk tanaman mangga adalah subur, gembur, banyak mengandung banyak bahan organik, drainasenya baik, dan pH optimum antara 5,5-6,0. Jenis tanah Aluvial seperti di Probolingga (Jawa Timur) mempunyai pengaruh baik terhadap kualitas buah.Tanaman mangga toleran terhadap kekeringan, namun untuk menjamin pertumbuhan dan produksi membutuhkan keadaan air tanah yang memadai. Air tanah yang ideal adalah tidak lebih dari 50 cm dari permukaan tanah. Apabila tidak ada sumber air, pengadaan air dapat dilakukan dengan cara menampung air hujan dalam bak-bak penampung. Selama masa pembesaran buah tanaman mangga amat diperlukan air, terutama pada musim kemarau. (Pracaya. 1990)

C. MORFOLOGI

clip_image002 clip_image007Batang

Tanaman mangga memiliki batang yang tingginya mencapai 10 m – 30 m atau lebih dan umurnya dapat mencapai puluhan tahun. Batang tubuh tegak, kokoh, berkayu, dan berkulit agak tebal dan warnanya abu-abu kecoklatan, pecah-pecah serta mengandung cairan semacam damar. Percabangannya banyak yang tumbuh ke segala arah hingga tampak rimbun.

clip_image002[1] Daun
Daun-daunnya lebat membentuk tajuk yang indah berbentuk kubah, oval atau memanjang, dengan diameter sampai 10 m. Daun tunggal, dengan letak tersebar, tanpa daun penumpu. Berwarna hijau, berselang-seling, dan mempunyai bentuk panjang-lonjong,dengan panjangnya sebanyak 15-35 cm dan lebarnya 6-16 cm. Bagian pangkalnya membesar dan pada sisi sebelah atas ada alurnya. Aturan letak daun pada batang biasanya 3/8, tetapi makin mendekati ujung, letaknya makin berdekatan sehingga nampaknya seperti dalam lingkaran (roset).

Ujung daun meruncing. Ketika muda, warnanya jambu merah-jingga, tetapi berubah dengan cepatnya menjadi merah tua berkilat, dan kemudiannya hijau tua ketika matang.

Beberapa variasi bentuk daun mangga :

- Lonjong dan ujungnya seperti mata tombak.

- Berbentuk bulat telur, ujungnya runcing seperti mata tombak.
- Berbentuk segi empat, tetapi ujungnya runcing.

- Berbentuk segi empat, ujungnya membulat. Umur daun bisa mencapai 1 tahun atau lebih.

clip_image002[2] clip_image008Bunga
Berumah satu (monoecious), bunga mangga merupakan bunga majemuk yang berkarang dalam malai bercabang banyak di ujung ranting. Karangan bunga biasanya berbulu, tetapi sebagian ada juga yang gundul, kuning kehijauan, sampai 40 cm panjangnya. Bunga majemuk ini terdiri dari sumbu utama yang mempunyai banyak cabang utama. Setiap cabang utama ini mempunyai banyak cabang-cabang, yakni cabang kedua. Ada kemungkinan cabang bunga kedua ini mempunyai suatu kelompok yang terdiri dari 3 bunga atau mempunyai cabang tiga. Setiap kelompok tiga bunga terdiri dari tiga kuntum bunga dan setiap kuntum bertangkai pendek dengan daun kecil. Jumlah bunga pada setiap bunga majemuk bisa mencapai 1000-6000.Bunga-bunga dalam karangan berkelamin campuran, ada yang jantan dan ada pula yang hermafrodit (berkelamin dua). Besarnya bunga lebih kurang 6-8 mm. Bunga jantan lebih banyak daripada bunga hermafrodit, dan jumlah bunga hermafrodit inilah yang menentukan terbentuknya buah.

Persentase bunga hermafrodit bermacam-macam, tergantung dari varietasnya, yaitu antara 1,25%-77,9%; sementara yang mempunyai bakal buah normal kira-kira 5-10%.
Bunga mangga biasanya bertangkai pendek, jarang sekali yang bertangkai panjang, dan berbau harum. Kelopak bunga biasanya bertaju 5; demikian juga mahkota bunga terdiri dari 5 daun bunga, tetapi kadang-kadang ada yang 4 sampai 8. Warnanya kuning pucat, sedangkan pada bagian tengah terdapat garis timbul berjumlah 3 sampai 5 yang warnanya sedikit tua. Bagian tepi daun mahkota berwarna putih. Pada waktu akan layu, warna mahkota bunga tadi menjadi kemerahan.

Benang sari berjumlah 5 buah, tetapi yang subur hanya satu atau dua buah sedangkan yang lainnya steril. Benang sari yang subur biasanya hampir sama panjang dengan putik, yakni kira-kira 2 mm, sedangkan yang steril lebih pendek. Kepala putik berwarna kemerah-merahan dan akan berubah warna menjadi ungu pada waktu kepala sari membuka untuk memberi kesempatan kepada tepung sari yang telah dewasa untuk menyerbuki kepala putik. Bentuk tepung sari biasanya bulat panjang, lebih kurang 20-35 mikron.
Bakal buahnya tidak bertangkai dan terdapat dalam suatu ruangan, serta terletak pada suatu piringan. Tangkai putik mulai dari tepi bakal buah dan ujungnya terdapat kepala putik yang bentuknya sederhana. Dalam suatu bunga kadang-kadang terdapat tiga bakal buah.

clip_image002[3] clip_image010Buah

Buah mangga disebut buah batu dan memiliki bentuk beraneka ragam, antara lain bulat, bulat-pendek dengan ujung pipih, dan bulat panjang agak pipih. Susunan tubuh buah terdiri dari beberapa lapisan, yaitu: tangkai, pangkal buah, kulit buah, daging buah, serabut, biji, lukukan, paruh, pucuk buah.( Rukmana,1997).

Apabila masak, buah ini terjuntai-juntai dari dahan dengan tangkai yang panjang. Ukuran buahnya antara 10-25 cm panjangnya, dan 7-12 cm diameternya. Beratnya hingga 2.5 kg. Warna buah yang masak berbeda-beda antara warna kuning, jingga, atau merah pada bagian yang menghadap ke matahari, dan warna kuning pada bagian yang teduh. Warna hijau biasanya menunjukkan bahwa buah itu masih belum masak, tetapi ini bergantung kepada kultivarnya. Apabila masak, buah ini memberi bau damar yang sedikit wangi.

clip_image002[4] clip_image012Biji
Satu biji tunggal yang leper, dan berbentuk empat segi panjang, dengan ukuran panjang 4-7 cm, lebar 3-4 cm, dan lebar 1 cm. Bergantung kepada kultivarnya, biji ini berserabut atau licin pada permukaannya. Tebal kulit biji 1-2 mm dan di bawah kulit ini, terdapat satu lapisan tipis seperti kertas yang melingkupi biji tersebut

1. Morfologi Beberapa Jenis Mangga

Ø Arumanis –143

Mangga arumanis memiliki pohon yang tidak begitu besar dengan ukuran diameter 120-130 cm. Mangga ini memiliki tinggi berkisar 900 cm. Mangga ini memiliki daun yang sangat lebat berbentuk lonjong, panjang dan ujungnya runcing. Panjang daun mencapai 22 cm- 24 cm lebarnya berkisar antara 5,5 cm – 7 cm.

Bunganya majemuk dan mempunyai panjang 43 cm – 45 cm lebarnya berkisar antara 5,5 cm – 45 cm, dengan bentuk bunga kerucut. Setelah berbunga, tidak selang beberapa lama berubah menjadi buah. Buah yang telah tua berwarna hijau tua dan dilapisi dengan lilin, sehingga warnanya menjadi hijau kelabu. Jika dimasak, pangkal buahnya akan kering dan pada pada pangkal tangkai buah akan meyebar warna merah sampai bagian tengahnya.

Ø Golek – 31

Pohon berukuran sedang, berdiameter antara 120-130 cm, miliki cabang banyak. Pada cabang tersebut terdapat ranting yang merupakan kekuatan untuk menggantung buah.

Daun mangga golek berbentuk lonjong, pada bagian pangkalnya meruncing sehingga berbentuk seperti mata tombak. Panjangnya berkisar antara 23 cm – 24,5 cm, dengan lebar 6 cm.

Mangga ini berbunga majemuk, artinya bunganya banyak dan berkumpul dalam suatu tangkai sehingga kelihatan bergerombol. Tidak semua bunga dapat menjadi buah, karena diantara bunga tersebut tidak memiliki putik yang dapat diserbuki juga disebabkan oleh daya hidup pada tepung sari pada bunga tersebut mulai berkurang.Buahnya yang masih muda berwarna hijau muda, rasanya tidak terlalu masam. Sesudah masak, sebagian kulitnya mulai dari pangkal tangkai berwarna kuning, sedangkan sebagian lain berwarna kuning kehijauan. Kulitnya dilapisi dengan lilin tipis sehingga tampak bintik-bintik kelenjar yang berwarna putih kehijauan, jika sudah tua warnanya akan berubah putih kecoklatan.

Ø Manalagi – 69

Pohon mangga manalagi hampir sama dengan pohon golek dan arumanis, besarnya berdiameter 120 cm dengan ketinggian 800 cm. Cabang dan rantingnya tidak teralu banyak (boleh dikatakan kurang).
Daun mangga manalagi berbentuk lonjong dengan ujung yang runcing, dibagian pangkal tangkai daun berbentu agak bulat. Panjang daun mangga ini berkisar antara 23 cm-25 cm dan lebar sampai 7,5 cm, permukaan daun agak bergelombang.

Bunga mangga manalagi mempunyai bunga majemuk (berbunga banyak) dan bergerombol dalam satu tangkai. Sebagian tidak bisa menjadi buah karena sebagian ada yang tidak memiliki putik yang bisa dibuahi. Bunga manalagi berwarna kuning dengan tangkai hijau muda sedikit kemerahan dan berbentuk kerucut.Buah yang masih muda berwarna hijau, jika sudah tua warna berubah menjadi hijau tua dan agak kelabu, buah yang sudah tua akan berlapis lilin sehingga tampak hijau keputihan, bila pangkal buah akan berwarna kekuningan tetapi pada ujung masih berwarna hijau.

D. FISIOLOGI
Mangifera indica ini atau lebih dikenal dengan nama mangga ini termasuk ke dalam tumbuhan C3 karena produk fiksasi karbon organic pertamanya ialah senyawa berkarbon tiga ( 3-fosfogliserat), dimana tumbuhan ini melewati reaksi gelap dan reaksi terang serta tumbuhan ini memproduksi sedikit makanan apabila stomatanya tertutup pada hari yang panas dan kering. Tingkat CO2 yang menurun dalam daun akan mengurangi bahan ke siklus Calvin, dimana rubisko ini dapat menerima O2 sebagai pengganti CO2. Karena konsentrasi O2 melebihi konsentrasi CO2 dalam ruang udara di dalam daun, maka rubisko menambahkan O2 pada siklus Calvin dan bukannya CO2. Akibatnya produknya terurai dan satu potong senyawa berkarbon dua dikirim keluar dari kloroplas. Lalu mitokondria dan peroksisom akan memecah molekul berkarbon dua itu menjadi CO2 sehingga proses ini sering juga disebut fotorespirasi karena proses ini terjadi dalam cahaya dan mengkonsumsi O2. Akan tetapi fotorespirasi ini tidak menghasilkan ATP. Tahap-tahap respirasi dari tumbuhan ini juga sama secara umum, yaitu melalui tahap glikolisis, grooming phase, siklus Krebs, fosforilasi oksidatif dan ETC

BAB III

TANAMAN MANGGA

A. PERBANYAKAN TANAMAN MANGGA

Tanaman mangga dapat diperbanyak atau dikembangkan dengan beberapa cara, cara pertama adalah seksual (generatif) dengan biji, dimana biji ada yang monoembrional dan yang polyembrional. Sedangkan cara kedua adalah secara aseksual (vegetatif), hal ini dapat dilakukan baik melalui grafting, cangkok maupun rundukan. Cara ketiga adalah pengembangan cara vegetatif dan cara generatif (Harjadi, 1985).

1. Perbanyakan secara Generatif

Penanaman mangga yang paling mudah adalah dengan cara menanam biji, kebanyakan pohon-pohon mangga yang berumur sampai berpuluh-puluh tahun, pohonnya menjadi sangat besar dan kuat, bibitnya berasal dari biji. Pohon mangga yang dari biji mempunyai akar tunggang yang kuat dan menjalar ke segala arah sampai puluhan meter panjangnya (Gardner, 1989).

Semua biji pelok yang dipersiapkan sebagai benih harus dipilih dari buah yang benar-benar sudah masak. Usaha pembibitan dengan menggunakan biji masih tetap diperlukan dan masih banyak dirasakan manfaatnya terutama untuk kepentingan bibit okulasi dan grafting, sebagai batang bawah (Winarno,dkk 1990).

Beberapa keuntungan perkembangbiakan mangga secara generatif antara lain:

a. Kondisi tanaman dari biji biasanya perakarannya relatif lebih kuat, sehat dan berumur panjang

b. Perlakuan mudah dan murah

c. Dapat diperoleh varietas baru yang baik

d. Pada biji poliembrionik dapat menghasilkan tanaman yang sama dengan sifat induknya

Beberapa kelemahan pengembangbiakan mangga secara generatif antara lain:

a. Tidak cepat berbuah

b. Varietas baru yang muncul belum tentu mempunyai sifat yang baik seperti induknya

c. Untuk mengetahui kualitasnya membutuhkan waktu yang cukup lama, dengan juga dengan ketahanannya terhadap penyakit. (Danoesastro, 1984)

2. Perbanyakan Secara Vegetatif

Pengembangbiakan cara vegetatif ini merupakan cara perbanyakan tanaman mangga tanpa melaui proses seksual (askesual) dimana perbanyakan dilakukan dengan jalan menggunakan bagian tanaman tersebut. Perbanyakan vegetatif ini terdiri dari bagian batang, daun dan akar (Sasmita, 1985).

Perbanyakan vegetatif adalah penggabungan antara dua jenis tanaman, yang satu bertindak sebagai penerima yang disebut batang atas “entres” dan yang lain bertindak sebagai pendukung (donor) yang disebut sebagai batang bawah. Oleh karena itu tanaman harus mampu menjalani hidup bersama tanpa menimbulkan yang tidak diinginkan bahkan mampu meningkatkan kekekaran dan produktifitas dan kualitas hasil batang atas. untuk maksud tersebut maka batang bawah tersebut harus mempunyai sifat:
a. Kompatebel dengan entresnya

b. Resistensi terhadap penyakit batang

c. Mempunyai sistem perakaran yang luas dan kuat

d. Tahan terhadap lingkungan yang menekan.

Perbanyakan vegetatif ini mempunyai kelebihan antara lain :
1. Pada umumnya tanaman mempunyai sifat yang sama dengan pohon induknya, misalnya: buah besar dan manis, tahan hama dan penyakit.
2. Tanaman cepat berbunga dan berbuah,walaupun pohonnya masih pendek.
3. Tanaman masih dapat tumbuh dengan baik pada tempat yang permukaan air tanahnya dangkal, karena tidak mempunyai akar tunggang.
Disisi lain cara perbanyakan ini juga meiliki kelemahan antara lain:
1. Tidak hanya sifat yang baik saja yang diturunkan oleh induknya, tetapi sifat jeleknya juga diturunkan.

2. Perakaran tidak dalam sehingga pada kondisi angin kencang akan mudah roboh, dan pada musim kemarau panjang tidak tahan pada kekeringan.
3. Sukar untuk memperoleh banyak tanaman dari atau pohon induk sekaligus (Rochiman, 1983).

3. Perbanyakan Mangga Secara Grafting

Grafting adalah teknik menyatukan pucuk yang berfungsi sebagai calon batang atas dengan calon batang bawah, sehingga dapat diperoleh batang baru yang memiliki sifat-sifat unggul. Keunggulan dari grafting yaitu lebih mudah dan lebih cepat dalam pengerjaannya (sederhana), tingkat keberhasilannya cukup tinggi, banyak digunakan buah kombinasi yang berumur 6-12 bulan atau pada tanaman induk yang diremajakan. Tujuan teknik ini yaitu untuk mendapatkan bibit tanaman buah yang unggul, memperbaiki bagian-bagian tanaman yang rusak atau terserang hama dan penyakit, membantu proses pertumbuhan tanaman dan memperoleh tanaman buah kombinasi (Anonymous, 1990).

a. Syarat Batang Atas dan Bawah

Untuk memperoleh hasil (tanaman) sambungan yang baik diperlukan batang bawah yang cocok dan serasi. Menurut Marhijanto dan Wibowo (1994) tanaman yang baik untuk batang atas harus mempunya sifat sebagai berikut, yaitu:

ü Cabang dari pohon yang kuat, normal pertumbuhannya dan bebas dari serangan hama dan penyakit.

ü Mempunyai bentuk percabangan yang lurus, dimana diameter batang atas harus disesuaikan dengan batang bawah sekitar paling besar 1 cm.

ü Cabang yang diambil berasal dari pohon yang yang mempunyai sifat unggul seperti buahnya lebat, tahan penyakit dan hama, rasa dan aroma buah enak.

ü Adanya kemampuan untuk menyesuaikan diri antara batang atas dengan batang bawah sehingga sambungan kompatibel (cocok).

Menurut Rismunandar (1990), Sedangkan syarat tanaman yang akan dijadikan batang bawah harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut;

ü batang bawah yang baik mempunyai kemampuan daya adaptasi yang tinggi.

ü Mempunyai perakaran dan batang yang kuat dan tahan terhadap serangan hama sehingga akan mengokohkan daya topang pohon yang kuat ketika sudah dewasa.

ü mempunyai kecepatan tumbuh sesuai dengan batang atas yang digunakan, sehingga diharapkan batang bawah ini mampu hidup bersama dengan batang atas.

b. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Grafting

§ Faktor Tanaman

Kesehatan batang bawah yang akan digunakan sebagai bahan perbanyakan perlu diperhatikan. Pada batang bawah yang kurang sehat, proses pembentukan kambium pada bagian yang dilukai sering terhambat. Keadaan ini akan sangat mempengaruhi keberhasilan penyambungan (Sugiyanto, 1995). Pendapat ini didukung oleh Garner dan Chaudri (1976) yang mengemukakan bahwa batang bawah berpengaruh kuat dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sehingga pemilihan tanaman yang digunakan sebagai batang bawah sama pentingnya dengan pemilihan varietas yang akan digunakan sebagai batang atas.
Berhasilnya pertemuan entres dan batang bawah bukanlah jaminan adanya kompatibilitas pada tanaman hasil sambungan. Sering terjadi perubahan pada entres maupun pada tanaman hasil sambungan, misalnya pembengkakan pada sambungan, pertumbuhan entres yang abnormal atau penyimpanan pertumbuhan lainnya, dimana keadaan ini disebut inkompatibel. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan struktur antara batang atas dan batang bawah atau ketidakserasian bentuk potongan pada sambungan (Rochiman dan Harjadi, 1973). Sedangkan batang yang mampu menyokong pertautan dengan baik dan serasi disebut kompatibel (Winarno, 1990).

§ Faktor Pelaksanaan

Faktor pelaksanaan memegang peranan penting dalam penyambungan. Menurut Rochiman dan Harjadi (1973) kecepatan penyambungan merupakan pencegahan terbaik terhadap infeksi penyakit. Pemotongan yang bergelombang dan tidak sama pada permukaan masing-masing batang yang disambungkan tidak akan memberikan hasil yang memuaskan ( Hartman dan Kester, 1976).
Kehalusan bentuk sayatan dari suatu bagian dengan bagian lain sangat penting untuk mendapatkan kesesuaian posisi persentuhan kambium. Ukuran batang bawah dengan batang atas hampir sama sangat diharapkan agar persentuhan kambium sangat banyak terjadi. Apabila batang atas lebih kecil dari batang bawah, maka salah satu sisi kambium harus cepat. Cara penyambungan suatu tanaman keberhasilannya lebih banyak dibandingkan dengan metode lain. Disamping itu ketrampilan dan keahlian dalam pelaksanaan penyambungan maupun penempelan serta ketajaman alat-alat yang digunakan juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pekerjaan tersebut (Sugiyanto, 1995;Winarno, 1990).

§ Faktor Lingkungan

Cahaya matahari sangat kuat akan berpengaruh terutama pada saat pelaksanaan penyambungan. Oleh karena itu penyambungan dilakukan pada waktu pagi hari atau sore hari. Penyambungan sebaiknya dilakukan pada musim kemarau. Selain untuk menghindari kebusukan, curah hujan pada musim kemarau batang sedang aktif mengalami pertumbuhan serta entres yang tersedia cukup masak (Sugiyanto, 1995)

B. KEGUNAAN ( TERMASUK CARA PEMAKAIAN )

Kayu dari mangga domestica karena terlalu banyak mengandung cairan dang etas, cabang-cabangnya yang besarpun tidak dapat diandalkan. Dilukiskan sebagai : agak berat, berwarna putih kekuning-kuningan dan agak lunak, dan mempunyai lingkaran-lingkaran tahun yang jelas. Menurut suatu catatan pabrik-pabrik korek api di Inda karena tidak ada lainnya yang lebih baik unutk sementara waktu merasa puas memenuhi kebutuhannya dengan gubal dari pohon mangga muda.
Orang jawa menggunakan seduhan dari kulit batang untuk memberi warna hijau pada pakaian yang telah dicat biru dengan indigo. Diberitahukan untuk memberi warna hijau pada bahan anyaman. Dikatakan bahwa kulit batang yang pahit dan aromatis digunakan terhadap diare, leucorhee, dan dianggap harsanya mempunyai daya anti syphilis. Kuit batang mangga yang ditumbuk halus dengan kapur sirih, kemudian dicairkan dengan minyak tanah atau minyak kelapa digunakan terhadap peradangan di daerah kuku pada kaki kuda.

Daunnya yang muda dan berwarna coklat kelembayungan dapat dimakan mentah atau sebagai acar. Oleh orang jawa yang dimakan sebagai lauk dengan nasi adalah hanya daun muda dari varietas-varietas palem dodol, p. laliwiwa, dan p. sengir ; akan tetapi mungkin yang tersebut pertama harus diabaikan karena ia tajam rasanya dan dapat ditambahkan mangga kidang dan m. gurih yang juga dapat dimakan.

Di Madura daun-daun ini digunakan sebagai makanan ternak bila hanya terdapat makanan ternak sedikit. Pemberian makanan yang semacam dengan daun mangga kepada sapi, menyebabkan mereka sakit-sakitan dan dalam keadaan demikian keadaan urine mereka dapat dipisahkan zat pewarna kuning, yang di India dikumpulkan.

Buah yang mentah sangat cocok dan umumnya direndam dalam air garam dan cuka,seperti halnya dengan buah zaitun Spanyol, buah mentah yang telah diolah demikian dimakan bersama berbagai makanan untuk membangkitkan selera makan. Dari buah mangga yang telah masak dibuat moes (lempuk) yang rasanya menyenangkan dan buah mangga yang masak biasanya dimakan tanpa diolah karena enak rasanya sehingga tidak akan membosankan. Cairan bening dari perasan buahnya, direbus dengan gula biasanya dibuat suatu cairan kental yang tahan lama, yang sangat menyenangkan bagi orang sakit untuk menyegarkan mulutnya. Di Makasar buahnya dalam jumlah banyak tanggal dari pohonnya, karena terlalu banyak untuk dapat dimakan orang; tetapi yang tanggal dipungut dan diperas cairannya hingga berguci-guci banyaknya hanya untuk dibuat cuka.

Mangga mentah merupakan bahan untuk membuat sebagian besar chutnev dari perdagangan. Pengawetan buah mangga dalam kaleng serupa benar dengan pengawetan buah perzik dalam kaleng: kulit dan biji buah dihilangkan dan daging buahnya diawetkan dengan alat-alat.

Isi biji karena pahitnya tidak dimakan, akan tetapi sebagai obat cacing, dan digoreng sebagai obat murus.

Mangga terutama ditanam untuk buahnya. Buah yang matang umum dimakan dalam keadaan segar, sebagai buah meja atau campuran es, dalam bentuk irisan atau diblender. Buah yang muda kerapkali dirujak, atau dijajakan di tepi jalan setelah dikupas, dibelah-belah dan dilengkapi bumbu garam dengan cabai. Buah mangga juga diolah sebagai manisan, irisan buah kering, dikalengkan dan lain-lain. Di berbagai daerah di Indonesia, mangga (tua atau muda) yang masam kerap dijadikan campuran sambal atau masakan ikan dan daging.

Biji mangga dapat dijadikan pakan ternak atau unggas, di India bahkan dijadikan bahan pangan di masa paceklik. Daun mudanya dilalap atau dijadikan sayuran. Kayu mangga cukup kuat, keras dan mudah dikerjakan; namun kurang awet untuk penggunaan di luar. Kayu ini juga dapat dijadikan arang yang baik.

C. EKOLOGI

Tanaman Mangga dapat tumbuh dan berproduksi di daerah tropik maupun sub-tropik. Di daerah tropik Indonesia mangga tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl namun paling optimal pada ketinggian 300 m dpl dan iklimnya kering. Unsur penting bagi tanaman mangga adalah curah hujan, suhu (temperatur), dan angin. Tanaman mangga membutuhkan pergantian musim kemarau dan hujan yang nyata. Yakni sedikitnya 4-6 bulan kering, dan curah hujan 1000 mm/tahun atau kurang dari 60 mmm/bulan atau selama jangka waktu musim kering mempengaruhi fase repoduktif.

Di daerah yang tipe iklimnya basah, mangga sedikit sekali berbuah dan rasanya cenderung masam, serta tanaman mudah terserang penyakit mati pucuk oleh cendawan Gloeosporium mangifera.Curah hujan yang tinggi atau angin kencang pada pembungaan atau pembuahan dapat menyebabkan gugurnya bunga atau buah.

Mangga pada umumnya cocok ditanam di daerah yang beriklim kering, namun beberapa jenis atau varietas dapat beradaptasi di daerah yang beriklim basah. Mangga Kemang, Gedong, Cengkir banyak ditanam di daerah Cirebon dan Idramayu yang iklimnya basah.

Mangga varietas unggul seperti Arumanis 143, Manalagi 69, dan Golek 31 tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah yang beriklim kering. Daerah-daerah yang mempunyai kondisi iklim kering terdapat di wilayah Indonesia bagian timur, seperti Sulawesi Tenggara, Lombok, Sumbawa, Kupang, dan lain lain. (Kusumo dan Tjiptosuhardjo. 1970).

D. HAMA DAN PENYAKIT

1. Hama

a. Kepik mangga (Cryptorrhynoccus gravis)

o Menyerang buah dan masuk ke dalamnya.

o Pengendalian: dengan semut merah yang menyebabkan kepik tidak bertelur.

b. Bubuk buah mangga

o Menyerang buah sampai tunas muda. Kulit buah kelihatan normal, bila dibelah terlihat bagian dalamnya dimakan hama ini.

o Pengendalian: memusnahkan buah mangga yang jatuh akibat hama ini, menggunakan pupuk kandang halus, mencangkul tanah di sekitar batang pohon dan menyemprotkan insektisida ke tanah yang telah dicangkul.

c. Bisul daun(Procontarinia matteiana.)

o Gejala: daun menjadi berbisul dan daun menjadi berwarna coklat, hijau dan kemerahan.

o Pengendalian: penyemprotan buah dan daun dengan Ripcord, Cymbuth atau Phosdrin tiga kali dalam seminggu, membakar daun yang terserang, menggemburkan tanah untuk mengeluarkan kepompong dan memperbaiki aerasi.

d. Lalat buah

o Gejala: buah busuk, jatuh dan menurunkan produktivitas.

o Pengendalian: dengan memusnahkan buah yang rusak, memberi umpan berupa larutan sabun atau metil eugenol di dalam wadah dan insektisida.

e. Wereng ( Idiocerus clypealis, I. Niveosparsus, I. Atkinsoni)

o Jenis wereng ini berbeda dengan yang menyerang padi. Wereng ini menyerang daun, rangkaian bunga dan ranting sambil mengeluarkan cairan manis sehingga mengundang semut api untuk memakan tunas atau kuncup. Cairan yang membeku menimbulkan jamur kerak hitam.

o Pengendalian dengan insektisida Diazinon dan pengasapan seminggu empat kali.

f. Tungau (Paratetranychus yothersi, Hemitarsonemus latus)

o Tungau pertama menyerang daun mangga yang masih muda sedangkan yang kedua menyerang permukaan daun mangga bagian bawah. Keduanya menyerang rangkaian bunga.

o Pengendalian dengan menyemprotkan tepung belerang, insektisida Diazinon atau Basudin.

g. Codot

o Memakan buah mangga di malam hari.

o Pengendalian: dengan membiarkan semut kerangkeng hidup di sela daun mangga, memasang kitiran angin berpeluit dan melindungi pohon dengan jaring.

2. Penyakit

a. Penyakit mangga

o Penyebab: jamur Gloeosporium mangifera. Jamur ini menyebabkan bunga menjadi layu, buah busuk, daun berbintik-bintik hitam dan menggulung.

o Pengendalian: fungisida Bubur Bordeaux.

b. Penyakit diplodia

o Penyebab: jamur Diplodia sp. Tumbuh di luka tanaman muda hasil okulasi.

o Pengendalian: dengan bubur bordeaux. Luka diolesi/ditutup parafin-carbolineum.

c. Cendawan jelaga

o Penyebab: virus Meliola mangifera atau jamur Capmodium mangiferum. Daun mangga yang diserang berwarna hitam seperti beledu. Warna hitam disebabkan oleh jamur yang hidup di cairan manis.

o Pengendalian: dengan memberantas serangga yang menghasilkan cairan manis dengan insektisida atau tepung belerang.

d. Bercak karat merah

o Penyebab: jamur Colletotrichum gloeosporiodes. Menyerang daun, ranting, bunga dan tunas sehingga terbentuk bercak yang berwarna merah. Penyakit ini sangat mempengaruhi proses pembuahan.

o Pengendalian: pemangkasan dahan, cabang, ranting, menyemprotkan fungisida bubuk bordeaux atau sulfat tembaga.

e. Kudis buah

o Menyerang tangkai bunga, bunga, ranting dan daun.

o Gejala: adanya bercak kuning yang akan berubah menjadi abu-abu. Pembuahan tidak terjadi, bunga berjatuhan.

o Pengendalian: fungisida Dithane M-45, Manzate atau Pigone tiga kali seminggu dan memangkas tangkai bunga yang terserang.

f. Penyakit Blendok

o Penyebab: jamur Diplodia recifensis yang hidup di dalam lubang yang dibuat oleh kumbang Xyleborus affinis). Lubang mengeluarkan getah yang akan berubah warna menjadi coklat atau hitam.

o Pengendalian: memotong bagian yang sakit, lubang ditutupi dengan kapas yang telah dicelupkan ke dalam insektisida dan menyemprot pohon dengan bubur bordeaux.

g. Gulma

Benalu memberikan kerusakan dalam waktu pendek karena menyebabkan makanan tidak diserap tanaman secara sempurna. Pengendalian dengan memotong cabang yang terserang, menebang tanaman yang diserang benalu dengan berat.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari uraian di atas maka kami dapat menyimpulkan bahwa mangga merupakan tanaman buah tahunan berupa pohon yang berasal dari negara India. Memiliki sistem klasifikasi sebagai berikut :

Devisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji).

Kingdom Plantae – Plants
Subkingdom Tracheobionta – Vascular plants
Superdivision Spermatophyta – Seed plants
Division Magnoliophyta – Flowering plants
Class Magnoliopsida – Dicotyledons
Subclass Rosidae –
Order Sapindales –
Family Anacardiaceae – Sumac family
Genus Mangifera L. – mango
Species Mangifera indica L. – mango

Tanaman mangga dapat tumbuh dangan baik dipengaruhi oleh : . Keadaan Iklim, temperatur, curah hujan, ketinggian tempat,dan keadaan tanah.

Mangifera indica memiliki batanga yang tingginya 10-30 m,bentuk daun bermacam-macam ada yang seperti kubah,oval, memanjang, dengan diameter sampai 10 m. Daun tunggal, dengan letak tersebar, tanpa daun penumpu. Berwarna hijau, berselang-seling. Bunga mangga merupakan bunga majemuk yang berkarang dalam malai bercabang banyak di ujung ranting. Buah mangga disebut buah batu dan memiliki bentuk beraneka ragam, antara lain bulat, bulat-pendek dengan ujung pipih, dan bulat panjang agak pipih. Susunan tubuh buah terdiri dari beberapa lapisan, yaitu: tangkai, pangkal buah, kulit buah, daging buah, serabut, biji, lukukan, paruh, pucuk buah. Satu biji tunggal yang leper, dan berbentuk empat segi panjang, dengan ukuran panjang 4-7 cm, lebar 3-4 cm, dan lebar 1 cm.

Cara perbanyakan tanaman mangga ada dua,yaitu perbanyakan dengan generatif dan perbanayakan dengan vegetatif. Tanaman Mangga dapat tumbuh dan berproduksi di daerah tropik maupun sub-tropik. Di daerah tropik Indonesia mangga tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl namun paling optimal pada ketinggian 300 m dpl dan iklimnya kering.

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Marhijanto, Drs & Setiyo Wibowo. 1994. Bertanam Mangga. Arkola. Surabaya

http://id.wikipedia.org/wiki/biologi

http://forum.cekinfo.com/showthread.php?t=1680

Minggu, 04 November 2012

Teori Belajar Behavioristik

MAKALAH

TENTANG

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

DOSEN PEMBIMBING

Drs. H. Noor Rachmad,M.M

Disusun Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Belajar Dan Pembelajaran Semester V

OLEH

clip_image001 Dina Ariyanti 30609 G 4012

clip_image001[1] Erni Yulia 30609 G 4002

clip_image001[2] Marjanah 30609 G 4032

clip_image001[3] Miftahul Janah 30609 G 4019

clip_image001[4] Rahmani 30609 G 4039

clip_image001[5] Rahmi Hidayati 30609 G 4025

clip_image003

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA

STKIP PGRI BANJARMASIN

TAHUN AKADEMIK 2011/2012

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa kaena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan ringkasan dari “TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK” yang kemudian kami jadikan sebuah makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan tugas mata kuliah “Belajar dan Pembelajaran”.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih atas bantuan dalam penyusunan makalah ini yaitu kepada :

1. Drs. H. Noor Rachmad,M.M sebagai dosen pengajar

  1. Orang Tua yang senantiasa memberikan dukungan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
  2. Saudara kami yang senantiasa memberikan pengarahan dalam penyusunan makalah ini.
  3. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang membantu kami,sehingga makalah ini dapat diselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah yang kami susun ini masih jauh dari sempurna karena mengingat keterbatasan ilmu pengetahuan yang kami miliki.Walaupun demikian kami telah berusaha menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya.Oleh sebab itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat memberikan sumbangan dalam dalam proses belajar mengajar.Amin....

Balangan, 8 Oktober 2011

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman judul ................................................................................................... i

Kata Pengantar.................................................................................................. ii

Daftar Isi .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1

A.Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah............................................................................ 1

C. Tujuan Penulisan.............................................................................. 1

D. Metode Penulisan.............................................................................. 2

BAB II TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK............................................ 3

HAKIKAT TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK....................... 3

A. Premis Dasar Teori Belajar Behavioristik..................................... 4

B. Classical Conditioning – Pavlov..................................................... 5

C. Connectionism – Thorndike .......................................................... 6

D. Behaviorism – Watson ................................................................... 7

E. Penerapan Teori Belajar Pavlov, Thorndike Dan Watson

Dalam Proses Pembelajaran.......................................................... 8

PERKEMBANGAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK........ 9

A. Teori Systematic Behavior – Clark Hull....................................... 9

B. Teori Contiguity –Edwin R. Guthrie........................................... 10

C. Teori Operant Conditioning –Skinner......................................... 10

D. Penerapan Teori Hull, Guthrie, Dan Skinner Dalam

Proses Pembelajaran ................................................................... 13

BAB III PENUTUP........................................................................................ 16

A. Kesimpulan.................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

Belajar merupakan proses bagi manusia untuk menguasai berbagai kompetensi, keterampilan dan sikap. Proses belajar dimulai sejak manusia masih bayi sampai sepanjang hayatnya. Kapasitas manusi untuk belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.

Dalam makalah ini kita bersam-sama mengkaji teori belajar behavioristik dari segi sejarahnya, hakikatnya, pandangan teori belajar behavioristik terhadap unsur-unsur belajar, dan model-model pembelajaran yang dapat dirancang berdasarkan prinsip-prinsip teori belajar behavioristik.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan teori belajar behavioristik?

2. Bagaimana sejarah teori belajar behavioristik ?

3. Bagaimana pandangan teori belajar behavioristik terhadap unsure-unsur belajar?

4. Bagaimana model-model pembelajaran yang dapat dirancang berdasarkan teori belajar behavioristik?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk mengetahui pengertian dan dapat memahami tentang teori belajar behavioristik.

2. Untuk mengetahui sejarah teori belajar behavioristik.

3. Untuk mengetahui pandanga teori belajar behavioristik terhadap unsure-unsur belajar.

4. Untuk mengetahui model-model pembelajaran yang dapat dirancang berdasarkan teori belajar behavioristik.

D. METODE PENULISAN

Pada pembuatan makalah ini metode yang digunakan adalah mengambil bagian-bagian penting atau intisari dari bahan yang telah diberikan oleh dosen pembimbing.

BAB II

TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

HAKIKAT TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

Teori belajar behavioristik lahir sebagai upaya menyempurnakan dua perspektif yang telah berlaku diawal abad 20, yaitu perspektif strukturalis dari Wundt dan psikologis funsionalis dari Dewey.

Perspektif strukturalis percaya akan penelitian dasar yang mempelajari tentang otak manusia. Para strukturalis tidak percaya pada penelitian aplikatif yang menggunakan binatang untuk dirampatkan kepada manusia. Para strukturalis kemudian menggunakan alat “instrospeksi”- laporan diri (self report) tentang proses berpikir sebagai cara untuk mempelajari kerja otak manusia.

Para ahli psikologi fungsionalis menyatakan perlu adanya kajian tentang prilaku selain kajian tentang fungsi proses mental.

John B Watson memulai upayanya untuk mengkaji prilaku terlepas dari proses mental dan lain-lain. Menururtnya semua makhluk hidup menyesuaikan diri terhadp lingkungannya melalui respon. Asumsi inilah yang menjadi landasan dasar dari teori belajar behaviorisme.

Sebelum Watson ada Ivan Pavlov dengan teori Classical Conditioning dan ada Thorndike dengan teorinya Connectionism. Menurut Pavlov bahwa prilaku atau respon dapat dimanipulasi melalui variasi stimulus atau rangsangan. Menurut Thorndike , respon akan diberikan berdasarkan asas coba-coba sebagi reaksi terhadap stimulus yang muncul. Berdasarkan semua itu Watson menyimpulkan bahwa teori prilaku memberikan mekanisme yang menjadi landasan dasar terjadinya berbagai dalam kehidupan.

Teori belajar behavioristik mendefinnisikan bahwa belajar merupakan perubahan prilaku, khususnya perubahan kapasitas siswa untuk berperilaku (yang baru) sebagai hasil belajar. Bukan hasil dari proses pematangan (pendewasaan) semata. Menurut teori belajar behavioristik , perubahan perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang akan memberikan beragam pengalaman kepada seseorang. Lingkungan merupakan stimulus yang dapat mempengeruhi atau mengubah kapasitas untuk merespon.

A. PREMIS DASAR TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

Menurut teori balajar behavioristik, belajar merupakan perubahan tingkah laku hasil interaksi antara stimulus dan respon , yaitu proses manusia untuk memberikan respon tertentu berdasarkan stimulus yang datang dari luar.

Hubungan Langsung

S R

( koneksi )

Stimulus yang dapat dilihat Penyebab Respon yang dapat

dilihat

Proses S-R ini terdiri dari beberapa unsure, yaitu dorongan atau “drive” stimulus atau rangsangan, respons d an penguatan atau”reinforcement”. Unsur dorrongan diperlihatkan jika seseorang merasakan adanya kebutuhan ini. Dalam upaya memenuhi kebutuhannya tersebut seseorang kemudian berinteraksi dengan lingkungannya yang menyediakan beragam stimulus yang menyebabkan timbulnya respon dari orang tersebut. Respon atau reaksi diberikan tehadap stimulus yang diterima seseorang dengan jalan melakukan sesuatu tindakan yang dapat terlihat. Unsur penguatan akan memberi tanda kepada seseorang dengan kualitas respon yang diberikan, dan mendorong orang tersebut untukmemberikan respon lagi ( respon yang sama atau respon yang berbeda.

Teori belajar behavioristik sangat menekankan pada hasil belajar (outcome), yaitu perubahan tingkah laku yang dapat dilihat dan tidak begitu memperhatikan apa yang terjadi didalam otak manusia karena hal tersebut tidak dapat dilihat.

Namun demikian, tidak kalah penting adalah masukan (input) yang berupa stimulus. Stimulus dapat dimanipulasi untuk memperoleh hasil belajar yang diinginkan. Stimulus meliputi segala sesuatu yang dapat dilihat, didengar,dicium, dirasakan dan diraba oleh seseorang.

Untuk memperoleh hasil belajar yang diinginkan , selain manipulasi stimulus ada factor yang lebih penting yaitu factor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Pengutan dapat ditambahkan ataupun dikurangi untuk memperoleh respon yang semakin kuat.

B. CLASSICAL CONDITIONING – PAVLOV

Percobaan yang dilakukan Ivan Petovich Pavlov ( 1849-1936) merupakan upaya untuk meneliti “conditioned reflexes” atau refleks terkondisi. Dalam percobaan Pavlov seekor anjing akan berliur jika mencium bau daging. Bau daging merupakan stimulus yang tak terkondisi, sementara air liur merupakan respons ( refleks ) yang juga tak terkondisi, kemudian daging ditambah dengan cahaya lampu dan digunakan sebagai stimulus. Setelah pengulangan beberapa kali , diperoleh hasil bahwa anjing sudah akan berliur hanya oleh cahaya lampu, tanpa ada daging ( proses asosiasi). Dengan demikian, cahaya lampu menjadi stimulus yang terkondisi dan liur menjadi respons yang terkondisi.

Teori Pavlov didasarkan pada reaksi system tak terkondisi dalam diri seseorang. Reaksi emosional yang dikontrol oleh system urat syaraf otonom, serta gerak refleks setelah menerima stimulus dari luar.

Ada 3 parameter yang diperkenalkan oleh Pavlov melalui teori Classical Conditioning, yaitu reinforcement, extinction, and spontaneous recovery ( penguatan, penghilangan, pengembalian spontan ). Menurut Pavlov, respons terkondisi yang paling sederhana diperoleh melalui serangkaian penguatan-yaitu tindak lanjut atau penguatan yang terus berulang dari suatu stimulus terkondisi dan diikuti stimulus tak terkondisi dan respon tak tekondisi pada interval waktu tertentu. Dengan demikian, pembentukan respons terkondisi pada umumnya bersifat bertahap ( gradual). Makin banyak stimulus terkondisi diberikan bersama-sama stimulus tak terkondisi, makin mantaplah respon terkondisi yang terbentuk , sampai pada suatu ketika respons terkondisi akan muncul walaupun tanpa ada stimulus tak terkondisi.

Jika penguatan dihentikan dan stimulus terkondisi dimunculkan sendirian tanpa stimulus tak terkondisi, ada kemungkinan frekuensi respons terkondisi akan kemudian menurun dan hilang sama sekali. Proses ini disebut penghilangan (extinction)

Dalam teori Classical Conditioning dikenal juga perampatan stimulus, yaitu kecendrungan untuk memberikan respons terkondisi terhadap stimulus yang serupa dengan stimulus terkondisi, meskipun stimulus tersebut belum pernah diberikan bersama-sama dengan stimulus tak terkondisi. Makin banyak peersamaan stimulus baru dengan stimulus terkondisi yang pertama, makin besar pula perempatan yang dapat terjadi.

Selain perampatan stimulus, teori Classical conditioning juga mengenal konsep diskriminasi stimulus yaitu suatu proses belajar yang memberikan respons terhadap suatu stimulus tertentu atau tidak memberikan respons sama sekali terhadap stimulus yang lain. Hal ini dapat diperoleh dengan jalan memberikan suatu stimulus tak terkondisi yang lain (Morgan, et all, 1986) sahingga seseorang akan melakukan “selective association”- asosiasi terseleksi terhadpa stimulus untuk memunculkan respons

C. CONNECTIONISM – THORNDIKE

Dasar- dasar teori Connectionism dari Edward L. Thorndike ( 1874- 1949) diperoleh juga dari sejumlahpenelitian yang dilakukan terhadp perilaku binatang. Penelitian –penelitian Thorndike pada dasarnya dirancang untuk mengetahui apakah binatang mapu memecahkan masalah dengan menggunakan “reasoning” atau akal dan atau dengan mengkombinasikan beberapa proses berpikir dasar.

Dalam penelitiannya, Thorndike menggunakan beberapa jenis binatang, yaituanak ayam, anjing, ikan kucing dan kera. Percobaan yang dilakukan mengharuskan binatang tersebut keluar dari kandangnya untuk memperoleh makanan. Pada saat dikurung , binatang-binatang tersebut menunjukkan sikap mencakar, mengigit ,menggapai dan bahkan memegang mengais dinding kandang. Cepat atau lambat , setiap binatang akan membuka pintu atau menumpahkan beban untuk dapat keluar kandang dan memperoleh makanan. Pengurungan yang dilakukan berulang-ulang menunjukkan pengurangan frekuensi binatang tersebut untuk melakukan pencakaran , penggigitan,penggapaian, atau pengaisan dinding kandang, dan tentu saja waktu yang dibutuhkan untuk keluar kandang cenderung menjadi lebih singkat.

Dari penelitiannya, Thorndike menyimpulkan respons untuk keluar kandang secara bertahap diasosiasikan dengan suatu situasi yang menampilkan stimulus dalam sutu proses coba-coba (“trial and error”). Respons yang benar secara bertahap diperkuat melalui serangkaian proses coba-coba , sementara reespons yang tidak benar melemah atau menghilang. Teori Connectiosm Thorndike ini juga dikenal dengan nama ”instrumental conditioning” karena respons tertentu akan dipilih sabagai instrument dalam memperoleh “reward” atau hasil yang memuaskan.

Thorndike mengemukakan tiga dalil tentang belajar , yaitu “law of effect” (dalil sebagai akibat) ,law of readiness” (dalil kesiapan). Dalil sebab akibat menyatakan bahwa situasi atau hasil yang menyenangkan diperoleh dari suatu respon akan memperkuat hubungan antara stimulus dan respon atau perilaku yang dimunculkan. Sementara itu, situasi atau hasil yang tidak menyenangkan akan memperlemah hubungan tersebut. Dalil latihan/ pembiasaan menyatakan bahwa latihan akan menyempurnakan respons. Dalil kesiapan menyatakan kondisi-kondisi yang dianggap mendukung dan tidak mendukung pemunculan respons.

Dari sekian banyak penelitiannya, Thorndike lalu menyimpulkan tentang pengaruh proses belajar tertentu terhadap proses belajar berikutnya, yang dikenal dengan proses “transfer of learning” perampatan proses belajar. Thorndike mengemukakan bahwa latihan yang dilakukan dari proses belajar yang terjadi dalam mempelajari suatu konsep akan membantu penguasaan atau proses belajar seseorang terhadp konsep lain yang sejenis atau mirip (associative shifting). Teori Connectionism dari Thorndike ini dikenal sebagai teori belajar yang pertama.

D. BEHAVIORISM – WATSON

Teori Behaviorism atau teori perilaku dari Watson sangat dipengaruhi oleh teori Pavlov maupun Thorndike uyang menjadi landasan utamanya.

Menurut Watson , stimulus dan respon yang menjadi konsep dasar dalam teori perilaku pada umumnya,haruslah berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observable). Watson menyatakan bahwa semua perubahan mental yang terjadi dalam benak siswa adalah penting, namun hal itu tidak dapat menjelaskan apakah perubahan tersebut terjadi karena proses belajar atau proses pematangan semata. Hanya dengan tingkah laku yang dapat diamati (observable) maka perubahan yang bakal terjadi pada seseorang sebagai hasil proses belajar dapat diramalkan.

Interaksi antara stimulus dan respon terhadap berbagai situasi – proses pengkondisian - menurut Watson merupakan proses pengembangan kepribadian seseorang. Pernyataan Watson tersebut dilandaskan kepada penelitiannya terhadap sejumlah bayi. Watson mengemukakan bahwa pada dasarnya bayi yang baru dilahirkan hanya memiliki 3 jenis emosional, yaitu takut, marah dan sayang. Dalam hal interaksi antara stimulus dan respons , Watson menggunakan teori Classical Conditioning Pavlov yang dilengkapi dengan komponen penguatan Thorndike

.

E. PENERAPAN TEORI BELAJAR PAVLOV, THORNDIKE , DAN WATSON DALAM PROSES PEMBELAJARAN

Teori belajar Classical Conditioning dari Pavlov , Connectionism dari Thorndike, dan Beahaviorism dari Watson merupakan teori-teori dasar perilaku dengan premis dasar yang relative sama.

Konsep stimulus ( Pavlov, Thorndike, Watson ) diterapkan dalam proses pembelajarang dalam bentuk penjelasan, tentang tujuan , ruang lingkup, dan relevansi pembelajaran, dan dalam bentuk penyajian materi. Sementara itu konsep respons ( Pavlov, Thorndike, Watson) diterapakan dalam bentuk jawaban siswa terhadap soal-soal tes atau ujian setelah materi disajikan atau hasil karya siswa setelah prosedur pembuatan hasil karya disampaikan. Proses pengkondisian atau interaksi antara stimulus dan respon ( Pavlov) diterapkan dalam bentuk pemunculan stimulus yang bervariasi , baik stimulus tunggal, ganda, maupun kombinasi stimulus ( perampatan atau diskriminasi stimulus – Pavlov ). Hasil peneltian didunia pembelajaran menyatakan bahwa penggunaan media yang beragam ( dua atau lebih) secara variatif menghasilkan dampak positif yang lebih tinggi dalam proses pembelajaran daripada media tunggal secara terus-menerus ( Chilsholm & Ely, 1976). Selain itu proses pengkondisian juga melibatkan konsep penguatan (Thorndike) yang diterapkan dalam bentuk pujian atau hukuman guru terhadap siswa serta penilaian guru terhadap hasil kerja siswa.

Dalam proses pengkondisian , berlaku tentang tiga teori belajar, yaitu dalil sebab akibat, dalil latihan/pembiasaan, dan dalil kesiapan (Thorndike). Dengan demikian, dalam setiap proses pembelajaran, latihan menjadi komponen utama yang harus dirancang dan dilaksanakan. Penyajian materi saja (dengan contoh, gambar, media, melalui beragam metode) sama sekali tidak menjamin pemunculan respons yang diharapkan jika tidak ada komponen latihannya dalam suatu proses pembelajaran. Proses pembelajaran juga akan berjalan dengan baik jika ada dorongan atau kebutuhan yang jelas dari guru maupun siswa. Hal ini dioperasionalkan dalam bentuk tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran ( umum maupun khusus), yang harus dpat diukur sehingga perubahan perilaku siswa dapat terlihat sebagai akibat dari proses pembelajaran (Watson). Hal ini merupakan bentuk penerapan konsep “observable behavior” (Watson). Perbedaan antara hasil belajar yang dicapai siswa dengan tujuan yang telah ditetapkan menunjukkan tingkat keberhasilan suatu proses pembelajaran.

PERKEMBANGAN TEORI BELAJAR BEHAVIORISTIK

A. TEORI SYSTEMATIC BEHAVIOR – CLARK HULL

Clark L. Hull (1884- 1952) sangat mengagumi Teori Refleks Terkondisi dari Pavlov. Teori Hull dikenal sangat “behavioristic” dan mekanistik. Konsep utama dari Hull adalah kebiasaan, yang disimpulkan dari berbagai penelitian tentang kebiasaan dan respon yang dilakukan Hull melalui percobaan terhadap binatang.

Pada dasarnya dalam teorinya , Hull menyatakan bahwa interaksi antara stimulus dan repons tidaklah sederhana sebagaimana adanya. Menurut Hull , ada proses lain dalam diri seseorang atau organism e yang mempengaruhi interaksi antara stimulus dan respons. Proses tersebut disebut oleh Hull sebagai variable “intervening” (yang berpengaruh)

Posisi “intervening variable” dalam mempengaruhi terjadinya respons digambarkan Hull sebagai berikut :

Variable input intervening variable out put

Variable

1.

Haus

Kekurangan air 1. Jumlah air yang diminum

2. Makan kue asin 2. Upaya mencari air

Kekeringan jumlah yang akan dibayar untuk

memperoleh air

gambar, posisi intervening variable

Hull memberikan contoh rasa haus sebagai salah satu “intervening variable”. Situasinya adalah binatang yang diberikan makanan yang asin, atau tdak diberi minum dalam waktu yang lama. (input variable). Untuk mengatasi rasa haus, binatang akan melakukan bermacam-macam aksi, sperti mengais. Mencari-cari air, dll.

Menurut Hull proses belajar merupakan upaya menumbuhkan kebiasaan dengan serangkaian percobaan. Untuk dapat memperoleh kebiasaan diperlukan adanya penguatan dalam proses percobaan. Namun, Hull juga mengatakan bahwa penguatan bukan satu-satunya factor yang menentukan dalam pengembangan kebiasaan, karena pengembangan kebiasaan lebih utama dipengaruhi oleh banyaknya percobaan yang dilakukan. Disamping itu, proses belajar juga dipengaruhi oleh berbagai factor lain (non-learning factors) yang berinteraksi langsung terhadap reaksi. Potensial yang timbul.

B. TEORI CONTIGUITY –EDWIN R. GUTHRIE

Teori contiguity dari Edwin. R Guthrie (1886-1959) dikenal juga dengan Contiguous Conditioning. Teori berangkat dari dua teori yatu Thorndike dan Pavlov dan juga dipengaruhi Watson.

Dalil Guthrie yang pertama tentang proses belajar adalah kombinasi stimulus yang diikuti dengan suatu gerakan, pada saat pengulangan berikutnya cenderung diikuti lagi oleh gerakan tersebut. Dalil kedua menyatakan bahwa pola stimulus mempunyai korelasi atau keterkaitan yang tinggi dengan repon yang ditimbulkannya pertama kali. Dalil-dalil tersebut menjadi landasan bagi prinsip kemutakhiran (recency principle), yang menyatakan bahwa jika belajar terjadi dalam suatu proses coba-coba maka proses yang berakhir terjadi akan muncul (terulang) lagi seandainya kombinasi stimulus yang sama dihadirkan kembali.

Berdasarkan teori contiguity, setiap individu mempunyai kapasitas belajar yang berbeda. Dari hasil penelitiannya bahwa hasil latihan kan mengakomodasikan ataupun menghilangkan respon-respon tertentu sehingga atas kombinasi stimulus yang muncul dapat menghasilkan suatu respon yang menyeluruh sebagaimana yang diharapkan – yang dapat disebut sebagai suatu kinerja yang berhasil. Guthrie juga menyatakan motivasi mempengaruhi belajar secara tidak langsung , yang terlihat melalui penyebab atau alas an individu melakukan sesuatu (merespons )

Satu hal yang menjadi kritik terhadap teori Guthrie adalah bahwa ia mencoba memberikan jawaban yang relative pasti terhadap segala permasalahan dalam belajar , tanpa ada perubahan selama hampir lima puluh tahun. Dengan kata lain teori Guthrie merupakan teori klasik yang tidak berkembang. Walaupun demikian, harus diakuibahwa teori Guthrie memiliki kemampuan untuk menjelaskan beragam fenomena belajar secara luas.

C. TEORI OPERANT CONDITIONING –SKINNER

Menurut Skinner, penjelasan Pavlov atas hubungan antara stimulus dan repons yang menghasilkan perubahan tingkah laku, merupakan penjelasan yang tidak lengkap. Skinner menjelaskan bahwa teori Pavlov hanya berlaku bagi interaksi antara stimulus dan respons yang sederhana saja.

Menurut Skinner, kunci untuk memahami perilaku individu terletak pada pemahaman kita terhadap hubungan antara stimulus satu dengan stimulus yang lain , respons yang dimunculkan , dan juga berbagai konseuensi yang diakibatkan oleh respons tersebut.

Sebagai penganut aliran perilaku, Skinner setuju dengan pendapat Watson yang mengatakan bahwa belajar merupakan proses perubahan perilaku. Ada 6 asumsi dasar teori Operant Conditioning , yaitu :

1. Hasil belajar merupakan perilaku yang dapat diamati

2. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar secara fungsional berhubungan dengan perubahan situasi dalam lingkungan atau suatu kondisi

3. Hubungan antara perilaku dan lingkungan dapat ditentukan hanya jika elemen-elemen perilaku dan kondisi percobaan diukur secara fisik dan diamati perubahannya dalam situasi yang terkontrol ketat

4. Data yang dihasilkan oleh percobaan terhadap perilaku merupakan satu-satunya data yang dapat digunakan dalam mengjkaji alas an munculnya suatu perilaku.

5. Sumber data yang paling tepat adalh dari masing-masing individu.

6. Dinamika interaksi antara individu dengan lingkungannya bersifat relative sama untuk semua jenis makhluk hidup.

Komponen proses belajar menurut Skinner terdiri dari stimulus yang diskriminatif (discriminative stimulus) dan penguatan (positif dan negative serta hukuman) untuk menghasilkan respons ( perubahan tingkah laku). Stimulus yang diskriminatif menurut Skinner merupakan stimulus yang selalu hadir untuk pemuncunamalan suatu respons.

Jika dalam teori Thorndike dikenal konsep reward maka dalam teori Skinner digunakan istilah penguatan (reinforcement) yang berarti segala konsekuensi yang mengikuti pemunculan suatu perilaku.

Setiap peguatan yang memperkuat pemunculan respons yang benar disebut penguatan positif, menurut Skinner. Penggunaan penguatan negative seringakali menghasilkan dampak pengiring berupa emosi yang dikenal dengan anxiety (kecemasan) atau takut.

Penguatan positif merupakan stimulus yang merancang pemunculan respons yang benar , sedangkan penguatan negative memperkuat pemunculan respons yang benar melalui penghilangannya. Skinner menekankan behwa hukuman dapat menghasilkan tiga dampak yang tidak diharappkan , yaitu hukuman hanya bersifat sementara dalam menghilangkan respons yang tidak diinginkan, hukuman dapat menimbulkan perasaan yng tidak mengenakan, hukuman dapat meningkatkan pemunculan perilaku yang dianggap mengurangi hadirnya stimulus yang tidak menyenangkan. Secara umum hukuman tidak dapat mengahasilkan perilaku yang positif. Oleh sebab itu, Skinner lebih menganjurkan penggunaan penguatan daripada hukuman jika ingin memperoleh respons yang benar.

Proses “shaping” atau pembentukan yang dilakukan secara bertahap akan menghasilkan penguasaaan terhadap perilaku yang kompleks melalui perancangan (manipulasi) stimulus yang diskriminatif dan penguatan. Menurut Skinner proses “shaping” dapat menghasilkan perilaku yang kompleks yang tidak memilki kemungkinan untuk diperoleh secara alamiah atau dengan sendirinya. “Shaping” yang berkelanjutan yang dilakukan untuk memperoleh perilkau yang kompleks disebut “program” oleh Skinner.

Kesimpulan menurut Skinner setelah melakukan berbagai penelitian adalah bahwa : 1) setiap langkah dalam proses belajar perlu dibuatkan pendek-pendek, berdasarkan tingkah laku yang pernah dipelajari sebelumnya, 2) untuk setiap langkah yang pendek tersebut disediakan penguatan yang dikontrol dengan hati-hati , 3) penguatan diberikan harus sesegera mungkin setelah respons yang dimunculkan , 4) stimulus diskriminatif perlu dirancang sedemikian rupa agar dapat diperoleh perampatan stimulus dan peningkatan hasil belajar. Konsep pembelajaran terprogram implicit adalah konsep kontrol oleh Skinner diupayakan agar berada ditangan anak yang belajar. Oleh karena itu, bagi Skinner , konsep-attribution dan self-awaeness (pengenalan diri sendiri – untuk kemudian dapat melakukan control atas program pembelajaran) menjadi sangat penting.

Teori Operant Conditioning dari Skinner percaya bahwa setiap individu harus diidentifikasi karakteristik maupun perilaku awalnya untuk suatu proses shaping. Skinner menyatakan bahwa perilaku dapat dibentuk (dan dapat dihilangkan) sehingga hampir semua orang yang mendapat latihan yang layak akan dapat memiliki perilaku yang diinginkan . disamping itu, teori Skinner percaya bahwa pengkondisian suatu respons sangat tergantung kepada penguatan yang dilakukan berulang-ulang secara berkesinambungan.

Dalam hal motivasi Skinner percaya akan peran penguatan yang memantapkan pemunculan suatu respons yang diharapkan dan juga peran hukuman yang secara umum dapat menghilangkan pemunculan respons yang tidak diharapkan. Skinner juga mengemukakan bahwa manusia dapat diajar untuk “berpikir” atau “menjadi kreatif” melalui metode pemecahan masalah yang melibatkan proses identifikasi masalah secara repat (labeling), dan proses mengaktifkan strategi (rule and or sequence) untuk memanipulasi variable dalam masalah tersebut sehingga diperoleh pemecahan masalahnya. Teori Operant Conditioning dari Skinner juga percaya akan proses perampatan hasil belajar. Dengan menggunakan istilah induksi Skinner menjelaskan bahwa perampatan terjadi berlandaskan pda proses induksi terhadp stimus yang tderajat kompleksitasnya dan karakteristiknya mempunyai kesamaan dangan stimulus diskriminatif yang sudah dipelajari.

D. PENERAPAN TEORI HULL, GUTHRIE, DAN SKINNER DALAM PROSES PEMBELAJARAN

Berikut ini contoh penerapan teori Hull, Guthrie dan Skinner dalam proses pembelajaran Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup di Sekolah Dasar.

Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup

Waktu Pertemuan : 30 menit

Stimulus (Hull, Guthrie dan Skinner)

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM

Setelah selesai belajar , siswa dpat menjelaskan tentang kebutuhan hidup manusia dan hubungannya dengan lingkungan.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS

Setelah mengikuti pelajaran ini siswa dapat menguraikan tentang kebutuhan hidup manusia dan lingkungannya.

Materi yang dipilah-pilih (Skinner)

B. POKOK BAHASAN

Manusia dan lingkungan hidup

Stimulus Diskriminatif (SKINNER)

Intervening Variable (Hull)

Reinforcement ( Guthrie)

Transfer of learning (Thorndike)

TAHAP KEGIATAN

Pendahuluan

Pada tahap ini guru mula-mula menjelaskan cakupan materi tentang manusia dan lingkungan hidup. Di awal pembukaan guru menjelaskan hubungan manusia denga lingkungan hidup dan cara pemenuhan kebutuhan hidupnya. Untuk memudahka pemahaman ii perlu juga dimasukkan contoh-contoh tentang manusia dan lingkungan hidup yang disesuaikan dengan kondisi, misalnya masyarakat pedesaan atau petani, dia akan mulai memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bercocok tanam,kemudian merawatnya dengan memberikan pupuk dan menjaga dari serangan hama. Kegiatan bercocok tanam ini terus berlanjut sampai menjelang musim panen berikutnya. Apabila hsil panen berlimpah atau berhasil dengan baik sebagian dijual. Dan hasil penjualannya bias ditabung atau dibelikan sesuatu yang diinginkan. Sedangkan masyarakat diperkotaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara bekerja dikantor ,industry yang membuat berbagai macam kebutuhan manusia.

Pemberian contoh ini bertujuan mengingatkan kembali kepada siswa bahwa lingkungan hidup satu daerah dengan daerah lainnya tidak selalu sama. Oleh sebab itu, manusia terhadp lingkungannya selalu bergantung pada kepada lingkungan dan akan dipengaruhi oleh lingkungan itu sendiri,misalnya masyarakat pedesaan akan bercocok tanam karena lingkungan hidupnya mendukung unuk melakukan cocok tanam . begitu juga dengan masyarakat perkotaan aka bekerja di perkantoran ,industri karena lingkungan hidupnya memungkinkan untuk bekerja di tempat tersebut.

Dari penjelasan tersebut guru dapat mengembangkan lagi melalui pertanyaan-pertanyaan kepada siswa untuk mencoba mengemukakan pengetahuannya tentang manusia dan lingkungan hidup. Berdasarkan contoh-contoh sebelumnya.

Setiap jawaban siswa akan dilemparkan kembali kepada siswa lainnya untuk ditanggapi apakah pendapatnya sama tentang permasalahan yang sedang dibahas . hal ii dilakukan secara terus menerus dan berkeinambungan , misalnya setelah selesai membahas tentang kebutuhan masyarakat pedesaan dilanjutkan dengan pembahasan berikutnya dengan pembahasan berikutnya yang tidak kalah menarik dengan pembahasan sebelumnya.

Penutupan

Pada akhir pelajaran siswa diberikan tugas untuk membuat tulisan atau cerita tentang lingkungan hidup yangdirasakan atau dilihat sehari-hari. Misalnya, seorang siswa pedesaan mengapa disekitarnya ada peternakan sapi, ayam,kambing, ikan dan sebagainya. Atau siswa yang kebetulan ada diperkotaan yang didekat rumahnya ada bengkel atau perkantoran,industry dan sebagainya.

Agar siswa itu tahu apa sebenarnya yang terjadi di lingkungan hidupnya perlu juga dilakukan pengenalan langsung terhadap lingkungan itu sendiri untuk mngunjunginya sehingga siswa dapat melihat, merasakan, ataupun mengetahui proses terjadinya suatu produk. Misalnya ke lokasi perkebunan, perikanan, perkantoran ataupun industry.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Teori belajar behavioristik menjelaskan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku, khususnya perubahan kapasitas siswa untuk berperilaku (yang baru) sebagai hasil belajar. Bukan hasil dari proses pematangan (pendewasaan) semata. Menurut teori belajar behavioristik , perubahan perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang akan memberikan beragam pengalaman kepada seseorang.

Teori belajar behavioristik sangat menekankan pada hasil belajar (outcome), yaitu perubahan tingkah laku yang dapat dilihat dan tidak begitu memperhatikan apa yang terjadi didalam otak manusia karena hal tersebut tidak dapat dilihat.

Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variable atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respons. Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.

DAFTAR PUSTAKA

Bower. G. H. & Hilgard, E.R (1981). Theories of Learning. Englewood Cliffs, N. J. :

Prentice Hall

Bell-Gredler , M.E. (1986) .Learning in instruction. Theory into Practice. New York :

Maclimilan Publishing

Irawan,P. & Suciati. (1998) . Teori Belajar dan Motivasi . Buku 1a Program Pengembangan

Keterampilan Dasar Teknik Instruksional untuk Dosen Muda. Jakarta : Dirjen Dikti

Soekamto, T. (1998). Teori Belajar . Buku 1a Program Pengembangan Keterampilan Dasar

Teknik Instruksional untuk Dosen Muda. Jakarta : Dirjen Dikti